JAKARTA, ASPEKTI- Pemerintah tengah mengkaji Undang-undang (UU) Telekomunikasi versi wajah baru, karena UU Telekomunikasi No 36 Tahun 1999 dinilai sudah tidak revelan lagi dengan perkembangan teknologi yang semakin 'kekinian'.
Kabar itu disampaikan langsung oleh Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi Kresna di sela seminar yang diselenggarakan Indonesia Technology Forum.
"Jadi, di konsep awal tatanan penyelenggaraan telekomunikasi tidak lagi seperti sekarang yang masih ada Sambungan Langsung Internasional (SLI) dan Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ)," ujar Ketut di Crowne Plaza Hotel, Jakarta, Selasa (7/3/2017).
"Kita masih harus pakai kode daerah 022 untuk telepon ke Bandung atau pakai kode negara untuk bisa telepon ke luar negeri. Nanti, kalau sudah berbasis IP, misalnya telepon pakai WhatsApp di luar negeri itu gak pakai itu (kode) semua. Arahnya berbasis IP," tambahnya.
Maka untuk itu, pemerintah tengah mengkaji ulang UU No.36 Tahun 1999 yang sudah berusia 18 tahun tersebut, untuk memastikan apakah isinya masih relevan dengan tren telekomunikasi yang terjadi saat ini, atau sebaliknya.
Ada dua opsi untuk melahirkan UU Telekomunikasi 'kekinian', yaitu dengan merevisi UU No.36 Tahun 1999 atau melakukan perombakan secara besar-besaran dengan menerbitkan Rancangan Undangan-undangan (RUU).
"Kita mencermati isu-isu sekarang. Kita bandingkan dengan UU No 36 Tahun 1999, apakah pasal-pasal di UU ini lebih banyak diganti atau disesuaikan. Apabila kurang 50% itu revisi UU, kalau banyak sekali dan mayoritas maka kita ganti, Rancangan Undang-Undang," kata Ketut.
Sampai saat ini, pembahasan UU Telekomunikasi 'kekinian' itu masih dalam pembicaraan internal meliputi operator telekomunikasi, Mastel, APJII, dan pihak-pihak terkait lainnya.
Sementara untuk pembahasan dengan DPR, dikatakan Ketut bahwa itu prosesnya masih panjang. Selain masih dalam pembahasan internal, perlu juga dilakukan penyusunan anggaran pun dilakukan.
"Pokoknya harus masuk Prolegnas, walau itu revisi harus masuk Prolegnas, apalagi harus menggantikan. Jangan tanya target, materi muatan saja baru kita sisir. Ya, bisa tahunan (sampai keluar UU Telekomunikasi baru)," tuturnya. (sumber: DetikNet)
0 komentar:
Posting Komentar