Asosiasi Perusahaan dan Konsultan Telematika Indonesia

Memuat...

Sabtu, 25 Maret 2017

KPPU Selidiki Dugaan Praktik Predatory Pricing oleh Pengusaha Transportasi Online

JAKARTA, ASPEKTI- Keributan antara pengemudi transportasi berbasis aplikasi atau transportasi online dengan transportasi konvensional yang mulai merebak di berbagai daerah, telah menarik perhatian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Pasalnya, tarif kedua jenis angkutan ini sangat jomplang, dimana tarif angkutan online bisa jauh lebih murah dibanding yang konvensional. 

"Kami tengah mengkaji pengaduan masyarakat terhadap dugaan pelanggaran persaingan usaha yang dilakukan oleh pengusaha taksi online," ujar Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf kepada detikNET, Sabtu (25/3/2017).

Pengaduan tersebut, katanya, berupa dugaan tindakan predatory pricing yang dilakukan oleh sejumlah pengusaha taksi online dengan cara memasang tarif yang sangat rendah dengan tujuan untuk menyingkirkan pelaku usaha saingannya ataupun untuk mencegah masuknya pengusaha lain ke dalam pasar yang sama. 

Tak hanya itu, belakangan ini juga ada perusahaan transportasi online yang menawarkan berbagai promosi hingga perjalanan gratis. 

BERITA TERKAIT

"Kami siap menindak pelaku usaha yang terbukti melakukan predatory pricing untuk menyingkirkan pesaingnya," katanya.

Ia mengaku, untuk menuntaskan kasus ini KPPU akan melihat bagaimana structure cost yang berlaku pada angkutan online, sehingga pengusaha angkutan jenis ini bisa menetapkan harga yang begitu rendah. 

Terkait dengan revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 Tahun 2016, Syarkawi menilai ada dua poin penting yang menjadi perhatian KPPU, yakni soal yang mengatur standar minimum untuk pelayanan terhadap konsumen atau penumpang, dan pengaturan tarif batas atas. 

"Dengan adanya aturan standar pelayanan minimum, dapat menjadi jaminan dalam memberikan keamanan dan kenyamanan kepada konsumen," katanya. 

Sedang soal untuk tarif, ia mengaku KPPU lebih setuju pengaturan batas atas dan tidak merekomendasikan ketentuan batas bawah, karena adanya pengaturan batas bawah justru menjadi disinsentif bagi pengusaha, serta dapat melemahkan kemampuan berinovasi.

Selain itu, adanya ketentuan tarif batas bawah pada transportasi online justru akan berdampak pada biaya transportasi mahal, dan membuat konsumen sulit menurunkan ongkos transpor. 

"Batas bawah tarif akan memaksa konsumen membayar biaya angkutan mahal. Hal ini sama saja membiarkan konsumen menanggung inefisiensi operator jasa transportasi," tegasnya.

Seperti diketahui, persoalan tarif menjadi pemicu utama keributan antara pengemudi transportasi online, karena dengan tarif yang jauh lebih murah, masyarakat mulai meninggalkan transportasi konvensional. Apalagi karena transportasi online membri jaminan keamanan yang lebih bagi konsumen.

Keributan antara kedua jenis transportasi itu terakhir terjadi di Terminal Laladon, Bogor, Jawa Barat, setelah sebelumnya terjadi di Tangerang, Jakarta, Bandung dan beberapa kota lainnya. (man)
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Terpopuler

Arsip

Pageview